Kamis, 25 April 2013

Hukum Perjanjian

Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang lain, atau di mana dua orang saling berjanji untuk melaksanalan sesuatu.

macam-macam hal perjanjian:
* perjanjian untuk memberikan menyerahkan suatu barang, contoh: jual-beli, tukar-menukar, menghibahkan  atau pemberian, sewa-menyewa, pinjam-pakai, dll.
* perjanjian untuk berbuat sesuatu, contoh: perjanjian perburuhan, perjanjian untuk membuat suatu lukisan, perjanjian garansi, dll.
* perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu, contoh: perjanjian hak cipta dan hak paten.

Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:
1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2. kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
3. suatu hal tertentu.
4. suatu sebab yang halal.
demikianlah menurut pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Dua syarat pertama dinamakan syarat subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyek yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat terakhir dinamakan syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyeknya dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.

Orang yang membuat suatu perjanjian harus "cakap" menurut hukum. Pada azasnya, setiap "orang yang sudah dewasa" atau "akilbalig" dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum. Dalam pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan sebagai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat sesuatu perhanjian:
1. orang-orang yang belum dewasa.
2. mereka yang ditaruh di bawah pengampunan.
3. orang-orang perempuan dalam hal-hal yang di tetapkan oleh Undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa Undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

Dalam syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian telah diterangkan bahwa apabila suatu syarat obyektif tidak terpenuhi, maka perjanjiannya adalah batal di hukum (null and void). Dan apabila pada waktu pembuatan perjanjiam ada kekurangan mengenai syarat yang subyektif maka perjanjian itu bukannya batal demi hukum, tetapi dapat dimintakan pembatalannya (cancelling) oleh salah satu pihak.

Perjanjian dapat terjadi saat terjadi kesepakatan atau persetujuan antara ledua belah pihak memgenai hal-hal yang menjadi obyek perjanjian.

Sumber: Aspek Hukum Dalam Bisnis oleh NELTJE F. KATUUK, Universitas Gunadarma.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar